Ilmu kalam secara etimologis terdiri dari dua kata yaitu, ilmu yang artinya pengetahuan dan kalam yang artinya perkataan. Kemudian ilmu kalam itu digunakan sebagai nama dari ilmu yang membahas atau membicarakan mengenai akidah-akidah dalam islam.
Ilmu kalam muncul karena adanya perdebatan yang begitu sengit mengenai akidah islam yang terjadi di kalangan kaum muslimin selepas dari pemerintahan Khulafaur Rosyidiin ( Abu Bakar, Umar , Usman, Ali ) sekitar abad kedua dan ketiga hijriyah. Yang menjadi pokok persoalannya adalah adanya pemahaman bahwasanya Kalaamullah atau Alqur’an itu adalah Makhluk, tentu saja persoalan ini mengguncang kaum muslimin waktu itu terutama pada zaman dinasti Abbasiyah yang berfahaman Mu’tazilah yang memaksa para ulama waktu itu untuk mengakui bahwasanya kalamullah itu adalah makhluk.
Metoda yang dipakai oleh ulama ilmu kalam disebut Al-kalam oleh karena itu mereka juga disebut sebagai ahlul kalam. Inilah yang membedakan mereka dengan para filosof yang menyebut mereka sebagai ahlul mantiq. Dalam dunia barat ilmu kalam disebut sebagai Teologi Islam.
Ilmu kalam mempunyai nama lain diantaranya adalah Ilmu Tauhid yaitu ilmu yang membahas tentang ke-Esaan Allah, Ilmu Aqidah yaitu ilmu yang membahas mengenai keyakinan dalam islam dan Ilmu Ushuluddin yaitu ilmu yang membahas mengenai pokok-pokok dasar agama diantaranya masalah keimanan. Kendati demikian sebagian ulama seperti Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hambali tidak menyukai istilah ilmu kalam tersebut, mereka lebih senang memakai Ilmu tauhid, ilmu ushuluddin atau ilmu aqo’id.
Dalil yang digunakan dalam ilmu kalam adalah pertama: Dalil Naqli, yaitu dalil yang di ambil dari Nash Alqur’an dan Hadits Shahih. Contohnya seperti nash Alqur’an berikut ini:
ﺨﻟﻕﺍﷲﺍﻟﺳﻣﻮﺖﻮﺍﻷﺮﺾﺒﺎﻟﺣﻕﺇﻦﻔﻰﺬﻟﻙﻷﻴﺔﻟﻟﻣﺆﻣﻧﻳﻥ
Artinya:
“Allah menciptakan langit dan bumi dengan hak. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang mukmin. “ QS. Al-‘Ankabut 44.
Para ulama sepakat bahwa yang dijadikan sebagai dalil naqli bagi ilmu kalam adalah Wahyu Allah. Percaya kepada Allah berarti percaya juga kepada wahyu yang diturunkannya. Sifat kebenaran dalam wahyu Allah adalah sifatnya Qot’I atau tidak diragukan lagi kebenarannya dan bersifat pasti. Sedangkan berbeda dengan akal yang mempunyai kelemahan, karena sifat kebenarannya belum bisa diterima secara pasti atau lebih bersifat dzhon atau sangkaan.
Kedua : Dalil Aqli, yaitu dalil-dalil yang lahir dari akal fikiran menurut hukumnya yang sah. Jika akal sudah mampu berdalil aqli (logis), maka akal itu mudah menerima segala keterangan dari Al-qur’an dan Al-Hadits.
Dalam lintasan akal manusia tidak terlepas dari dua macam, yaitu soal-soal yang sifatnya badihy dan nazhari. Badihy yaitu suatu perkara yang mudah difahami dengan tidak memerlukan ta-ammul (berfikir) misalnya hitungan 1+1=2, matahari itu terang, malam itu gelap dan sebagainya.
Nazhari yaitu suatu perkara yang tidak mudah difahami dan memerlukan ta-ammul (berfikir), misalnya hitungan 75x89+30=…?, bumi itu berbentuk bulat telur, Allah itu sedia dan kekal adanya.
Dengan jalan akal maka seseorang dapat mengetahui adanya dzat-dzat Allah, sifat-sifatnya dan berbagai pengetahuan yang dihasilkan dari proses nazhari. Pendapat akal dapat sampai kepada hakekat kebenaran sesuatu dan tidak terbatas.
Hukum akal terbagi 3 yaitu ;
Pertama : Wajib aqli ialah perkara yang mesti dan begitu adanya menurut akal fikiran. Misalnya dua ditambah dua adalah empat, anak pasti lebih muda dari ayahnya, segala benda yang tidak bergerak pasti diam dan jika tidak diam pasti bergerak.
Kedua : Mustakhil Aqli ialah suatu perkara yang akal tidak menetapkan adanya atau akal menolak tidak boleh jadi begitu (kebalikan dari wajib aqli). Contohnya satu lebih banyak dari dua, anak lebih tua dari ayahnya dan sebagainya.
Ketiga : Jaiz aqli ialah suatu perkara yang dapat diterima oleh akal adanya atau tidak adanya. Misalnya ada orang yang berkaki satu, akal menetapkan boleh jadi artinya bisa saja terjadi atau bisa juga tidak terjadi.
Dalam mempelajari ilmu kalam atau ilmu aqidah madzhab Ahlussunnah Wal Jamaah (ASWAJA) selalu menggunakan dalil Naqli dan juga dalil aqli. Berbeda dengan aliran mu’tazilah yang mengutamakan dalil aqli daripada dalil yang bersumber dari nash Al-Qur’an dan Hadits Rasul SAW. Jika mereka menemukan dalil-dalil yang bertentangan dengan akal maka mereka meninggalkannya.
Madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah yang dibawakan oleh Al-Imam Abdul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi (Riwayatnya akan saya tuliskan pada fasal yang lain) mengembalikan ajaran Islam kepada Sunnah Rasulullah SAW dan para shahabatnya dengan berpegangan kepada dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan tidak meninggalkan dalil-dalil akal. Artinya memegang kepada dalil akal tetapi lebih mengutamakan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Walloohu A’laam
Dari berbagai sumber
Enang Latif Munawar
Penulis
Lucky Club Casino Site - Live Dealer Online Casino Review
BalasHapusLucky Club casino site is one of the older online casinos out there, with 카지노사이트luckclub a nice selection of slots, video poker, and a superb live casino.