Nama lengkap Imam Syafi’I adalah Abu Abdullah Muhammad Bin Idris Bin Abbas Bin Utsman Bin Syafi’i Bin As-Saaib Bin Ubaid Bin Abdi Yazid Bin Hasyim Bin Al-Muthallib Bin Abdi Manaf. Kata “Syafi’i” dinisbahkan kepada nama kakeknya yang ketiga yaitu syafi’i bin as-sa’ib, sedangkan ibu imam syafi’i bernama Fatimah binti Abdullah bin Al-Hasan bin Husein Bin Ali bin Abi Talib. Dari keturunan ayahnya imam syafi’i bersatu dengan keturunan Nabi Muhammad SAW pada kakeknya yang ketiga yaitu Abd Manaf, sedangkan dari pihak ibu, ia adalah cicit dari Ali bin Abi Talib. Dengan demikian, kedua orang tuanya berasal dari bangsawan Arab Quraisy.
Imam Syafi’i lahir di kota Gaza, Palestina pada tahun 150 H/767 M. dan meninggal di kota Fustat (Kairo), Mesir pada tahun 204 H/ 820 M. Imam Syafi’i terlahir dalam keadaan yatim, ayahnya meninggal dunia pada saat ia masih dalam kandungan tak lama setelah kepindahan mereka dari mekkah ke gaza.
Imam Syafi’i dibesarkan oleh ibunya, setelah berusia dua tahun syafi’i kembali ke mekkah ke kampung asalnya. Diriwayatkan bahwasanya kehidupan syafi’i dan ibunya sangatlah sederhana, serba kekurangan dan banyak menderita kesulitan. Bahkan karena kemiskinan dan ketidakmampuannya ia terpaksa mengumpulkan kertas-kertas bekas dari kantor –kantor pemerintah atau tulang-tulang sebagai alat untuk mencatat pelajarannya.
Pendidikan syafi’i dimulai dari belajar membaca Al-Qur’an dan dalam usia 9 tahun syafi’i sudah mampu menghafal seluruh isi Al-Qur’an. Setelah dapat menghafal Al-Qur’an, syafi’i berangkat ke dusun Badui yaitu Banu Hudail untuk mempelajari bahasa Arab, kesustraan dan adat istiadat arab yang asli dan fasih. Berkat ketekunan dan kesungguhannya kemudian ia dikenal sangat ahli bahasa dan kesustraan arab serta mahir dalam membuat syair.
Dalam ilmu fiqih syafi’i berguru kepada seorang ulama besar dan mufti di kota mekah yaitu Imam Muslim bin Khalid al-Zani, sedangkan dalam ilmu hadits syafi’i berguru kepada Imam Sufyan bin Uyainah dan ilmu Al-Qur’an ia berguru kepada Imam Ismail bin Qastantin. Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam bukunya yang bernama “Tawali at-Ta’sis” menyebutkan ulama-ulama yang pernah menjadi guru Asy-Syafi’i adalah : Imam Ibrahim bin Sa’id, Imam Malik bin Anas, Imam Yahya bin Hasan, Imam Waqi’, Imam Fudail bin Iyad dan Imam Muhammad bin Syafi’.
Diantara guru syafi’i yang terkenal adalah Imam Malik pengarang kitab al-Muwatta. Pada usia 10 tahun syafi’i telah hafal seluruh isi dalam kitab al-muwatta dan ia sangat berkeinginan sekali untuk menemui imam malik. Setelah meminta izin kepada gurunya di mekkah maka syafi’i berangkat ke madinah dengan menempuh perjalanan selama 8 hari dan dalam perjalanannya ia telah mengkhatamkan Al-Qur’an sebanyak 16 kali.
Karena keingintahuannya akan ilmu kehidupan syafi’i selalu berpindah-pindah, di irak ia berguru kepada Imam Abu Yusuf dan Imam Muhamma bin Hasan keduanya adalah sahabat dari Imam Abu Hanifah. Setelah dua tahun di irak kemudian syafi’i melanjutkan perjalanannya ke Persia, hirrah, palestina dan ramlah. Dari ramlah ia kembali ke madinah dan tinggal bersama gurunya Imam Malik kurang lebih selama 4 tahun hingga sampai wafatnya Imam Malik.
Karena kehidupannya berpindah-pindah ajaran syafi’i tersebar ke beberapa daerah dan murid-muridnya pun mencapai ribuan. Diantara tempat yang pernah disinggahi adalah negeri Baghdad, negeri mesir dan negeri yaman dan disini ia menikah dengan Siti Hamidah binti Nafi’ cicit dari Utsman bin Affan, dari hasil perkawinannya syafi’i dikaruniai 3 anak yaitu : Abdullah, Fatimah dan Zaenab.
Syafi’i adalah figure ulama yang zahid, pakaian dan tempat tinggalnya sederhana. Ia tidak suka makan banyak karena sudah terbiasa tidak makan sampai kenyang. Syafi’i juga terkenal dalam hal ketaatan dan ketakwaannya kepada Allah SWT. Namun demikian ia juga tak sepi dari kritik yang pedas. Misalnya para ahli hadits mengkritik Imam Syafi’i sebagai orang yang ceroboh dan kurang hati-hati dalam menggunakan hadits. Mereka menuding Imam Syafi’i meriwayatkan hadits dari para pendusta dan ahli bid’ah.
Namun kritik tersebut agaknya runtuh dengan sendirinya, Imam Syafi’i justru diberi gelar “Nasir as Sunnah” artinya “Pembela Sunnah atau Hadits” karena sangat menjunjung tinggi sunnah Nabi SAW. Ulama besar Abdul Halim al-Jundi menulis sebuah buku dengan judul al-Imam asy-Syafi’i, Nasir as-Sunnah wa Wadi’ aal-Usul ( Imam Syafi’i Pembela Sunnah dan peletak Dasar Ilmu Usul Fiqih), didalamnya diuraikan secara rinci bagaimana sikap dan pembelaan syafi’i terhadap sunnah.
Dalam meng-istinbat-kan (mengambil dan menetapkan) suatu hukum, syafi’i dalam bukunya ar-Risalah menjelaskan bahwa ia memakai lima dasar atau lima sumber hukum yaitu : (1) Al-Qur’an, (2) Al-Hadits, (3) Ijma’, (4) Qiyas, (5) Istidlal (penalaran). Kelima dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai lima dasar hukum madzhab Imam Syafi’i.
Karangan Imam Syafi’i diantaranya adalah :
1. Ar-Risalah , yaitu kitab yang membahas tentang usul fiqih.
2. Kitab Al-Umm, sebuah kitab yang komprehensif terdiri dari tujuh jilid.
3. kitab al-Musnad, yaitu kitab berisi tentang hadits-hadits Nabi SAW yang dihimpun dari kitab Al-Umm.
4. Ikhtilaf al-Hadits, suatu kitab hadits yang menguraikan pendapatsyafi’i mengenai perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam hadits.
Diantara murid-murid Imam Syafi’i yang terkenal adalah, ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Marawai, Abdullah bin Zubair al-hamidi, Yusuf bin Yahya al-Buwaiti, Abu Ibrahim, isma’il bin Yahya al-Muzajani, Yunus bin Abdul A’la as-Sadafi, Ahmad bin Sibti, Yahya bin Wazir al-Misri, Harmalah bin Yahya Abdullah at-Tujaibi, Ahmad bin Hambal, Hasan bin Ali al-Karabisi, Abu saur Ibrahim bin Khalid yamani al-Kalbi, dan hasan bin Ibrahim bin Muhammad as-Sahab az-Za’farani. Mereka semua berhasil menjadi ulama besar di masanya.
Wallohu A’laam
Enang Latif Munawar
Penulis
Assalamualaikum..
BalasHapusBoleh saya tahu biografi imam abu mansur al-maturidi ni dapat daripada sumber mana??
Jazakallah, semoga bisa menambahkan http://vracarsa.blogspot.co.id/2016/05/biografi-singkat-imam-asy-safii.html
BalasHapus